Lengan Baru Ve Oleh Lesmana Arie Gunawan Penulis adalah mahasiswa Univ. Negeri Surabaya Dalam perjalanan pulang dari mal, Ve menemukan sebuah lengan. Lengan itu tergeletak di parkiran motor yang basah usai terguyur hujan. Tanah becek mengotori lengan itu. Tercelup separo di genangan air. Ve berpikir, lengan siapakah gerangan? Semenjak menemukan lengan itu, Ve memakainya. Dengan lengan baru itu, lengan Ve terasa begitu ringan. Begitu plastis. Dapat dibentuk macam-macam sesuai dengan keinginan Ve. Lengan baru itu juga dapat menerobos sela-sela sempit, memanjang, memendek, jahil, atau otomatis melakukan hal yang Ve tidak kehendaki. "Ve tahu krim penghalus wajah milik Kakak nggak?" "Nggak!" Ve menjawab sekenanya. "Lho, kemarin masih ada di sini." Kak May menunjuk meja rias di kamarnya. "Nggak tahu!" Ve menjawab pendek-pendek. "Gimana nih? Mesti beli lagi deh." Kak May berlalu setelah kehadirannya dirasakan cukup mengganggu kegiatan Ve yang berpelukan dengan guling. Ve senang. Semenjak menemukan lengan di mal itu, semua keinginan Ve bisa terpenuhi. Semua barang yang Ve suka bisa diperoleh dengan mudah. Pertama kali waktu menemukan lengan itu, Ve kira lengan itu jatuh dari sebuah manekin yang sedang diangkut motor ke sebuah galeri pakaian. Ve spontan ingin mengambil lengan itu dan membawanya pulang. Ve senang sekali waktu lengan itu bisa digerak-gerakkan seperti lengan yang menempel di tubuhnya. Sebelum menemukan lengan itu, Ve biasa pulang dari mal tanpa belanjaan tertenteng di lengannya. Waktu itu Ve ingin seperti cewek-cewek lain yang berjalan dengan teman sekolah sambil menenteng barang belanjaan bermerek. Mata Ve menatap cewek itu. Ve tahu, dari rok yang dipakai, berwarna abu-abu seperti miliknya. Tubuh Ve juga minim barang-barang bermerek terkenal. Jika bisa membeli, paling Ve memilih di pasar senggol yang harga barangnya murah dan harus cerewet beradu harga. *** "Ve tahu kalung Ibu nggak?" "Nggak ibu pakai?" "Ibu lepas waktu akan berangkat ke pasar." "Lupa menaruh barangkali?" "Nggak, ibu taruh di kotak perhiasan." "Coba cari di lemari di bawah pakaian. Ve berangkat sekolah dulu ya." Semenjak menemukan lengan itu, Ve merasa dirinya lebih dihargai teman-teman sekolah dengan penampilan bermereknya. Semua melihat Ve dengan mata kagum. Ve kelihatan lebih percaya diri dengan penampilannya. Tak ada lagi teman sekolah yang mencibir Ve tidak mampu membeli barang bermerek. Jam tangan Gucci, tas Channel, sepatu Gosh, handphone Nokia tipe anyar, rambut di-rebonding. Pokoknya, semua yang diinginkan Ve terpenuhi karena lengan itu. Tapi, gara-gara itu, Ve digosipkan macam-macam. Cewek orderan, simpanan om-om, merebut suami orang, dapat warisan dari jin, sampai gosip ibu Ve yang pergi jadi TKW di luar negeri. Teman sekolah Ve ada yang mengundang Ve ke perayaan ultah, mengundang untuk tidur di kamar jika cewek, menembak Ve jika cowok. Ve jadi begitu populer sampai gosip tentang Ve bisa jadi penghasilan bagi kuli tinta. Semua itu gara-gara lengan baru yang Ve temukan di pelataran parkir sebuah mal. Ve tidak memikirkan bagaimana pemilik lengan yang ia temukan. Apakah akan merasa kehilangan? Ve tidak peduli. Kalau Ve harus mengembalikan, mengembalikan pada siapa? Sedangkan Ve sendiri sudah telanjur sayang dengan lengan barunya itu. Kalau tiba-tiba ada orang yang berpapasan dengan Ve dan meminta lengan barunya itu sebab mengaku sebagai pemilik, bagaimana? Ve telanjur asyik dengan lengan barunya itu. Ia sampai lupa dengan lengan miliknya sendiri. Ve berpikir, buat apa memakai lengan lama yang usang itu? Bukankah dengan memakai lengan lama, keinginan Ve tidak bisa terpenuhi. Tetapi, lengan usang itu baunya harum dan bersih. Sedangkan lengan barunya kotor dengan bercak di sana-sini. Lengan usang Ve tidak bisa bergerak bebas menembus celah-celah sempit sesuai keinginan Ve. Lengan usang Ve juga tidak bisa memanjang dan memendek dan tidak otomatis memilih benda-benda bermerek milik teman-teman Ve. Atau gatal ingin mengambil jika ada barang tergeletak tanpa ada perhatian sang pemilik. Gerakan lengan usang Ve terbatas. Tidak gesit, tidak tangkas. Dan yang paling Ve tidak suka adalah gerakan monoton sebatas membuka lembar buku dan menulis. Ve tidak suka lengan usangnya. Ve bosan. Sewaktu ingin membuang lengan usangnya itu, Ve berpikir panjang. Ve masih sayang jika harus membuangnya. *** "Ve tahu bolpoin Parker milikku nggak?" Sevina teman sebangku Ve bertanya. "Nggak tahu. Lagipula kamu taruh di mana?" Ve balas bertanya. "Perasaan di sini deh." Sevina mencari-cari di bawah mejanya. "Di dalam tas kali…" "Nggak ada! Aduh, bolpoin itu kan hadian si Tony waktu pergi ke Australia…" Suara Sevina terdengar kecut. "Kemarin cincin dari Paris, kemarin lusa arloji Gaultierre mama raib, sekarang bolpoin, besok apa lagi?" "Coba cari di rumah. Please deh." Ve mengakhiri pembicaraan. Selama pelajaran berlangsung, pikiran Ve nggak bisa konsen. Ve masih kepikiran dengan kalung 10 gram milik ibunya. Pikiran Ve melayang hingga pelajaran yang dibicarakan pak Bayu, guru bahasa Indonesia, terbang tanpa mendarat di pikiran Ve. Suara menggelegar pak Bayu datang dengan cincin batu akiknya yang menggebrak meja Ve. Ve tergelagap, juga mulut Sevina yang latah mengeluarkan kata-kata jorok. "Baru nih Ve?" "Kaget…Apaan?" "Itu, kacamatanya." "Maaf Pak Bayu, saya nggak konsen. Kepala saya pusing. Kenapa dengan kacamata Ve?" "Mereknya Rodenstock ya? Minus atau plus? Atau cuma buat kamuflase supaya saya tak tahu kalau kamu tidur?" Ve meringis, malu. Sevina masih berceriap dengan kata-kata joroknya. Saat itu Ve ingin pulang karena seisi ruangan menertawainya. Juga menertawai lengan baru Ve yang saat itu dipakainya. Mereka seperti mengolok-olok Ve, termasuk pandangan mata pak Bayu. Ve merasa dirinya tidak pernah dipermalukan sebelumnya kecuali saat ini. Sebelum menemukan lengan baru itu, dengan lengan usangnya, Ve bahagia karena tidak pernah diolok-olok, digunjing, dituduh macam-macam, disindir, atau dihujani pertanyaan sepuat barang hilang. Ve bahkan tidak mempunyai sebuah nickname yang Ve sangat tidak suka. Gara-gara lengan barunya itu, nama Ve sekarang menjadi Ve si Kleptomania.